Bantah Isu Tanah Nganggur Dua Tahun Diambil Negara, Dirjen ATR/BPN: Penertiban Fokus pada HGU dan HGB


DikoNews7 -

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menepis isu yang menyebut tanah bersertifikat milik masyarakat akan diambil negara jika dibiarkan kosong selama dua tahun.

Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) ATR/BPN, Jonahar, menegaskan bahwa kebijakan penertiban tanah telantar hanya berlaku untuk jenis hak tertentu dengan kriteria yang telah diatur, dan tidak bisa disamakan antara tanah berstatus Hak Milik (SHM) dengan Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB).

“Penetapan objek penertiban tanah telantar terhadap hak milik memiliki kriteria yang berbeda dibandingkan HGU dan HGB,” kata Jonahar di Jakarta, Kamis (17/7/2025).

Ia menambahkan, saat ini fokus penertiban lebih diarahkan pada tanah HGU dan HGB yang dimiliki oleh badan hukum, bukan tanah hak milik masyarakat perseorangan.

Menurut Jonahar, merujuk pada Pasal 7 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, tanah hak milik baru dapat ditertibkan jika memenuhi beberapa kondisi, antara lain:

  • Dikuasai pihak lain hingga menjadi kawasan perkampungan;

  • Dikuasai pihak lain selama 20 tahun berturut-turut tanpa hubungan hukum dengan pemilik;

  • Tidak memenuhi fungsi sosialnya.

“Adanya penertiban justru bertujuan mencegah sengketa dan menertibkan penguasaan tanah yang tidak sesuai ketentuan,” ujarnya.

Bantah Negara Rampas Hak Rakyat

Sementara itu, untuk tanah HGU dan HGB, PP tersebut menyatakan tanah dapat ditertibkan apabila selama dua tahun sejak hak diterbitkan tidak diusahakan, tidak digunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai peruntukan yang tercantum dalam proposal permohonan awal.

Jonahar mengimbau masyarakat untuk tetap merawat dan mengelola tanah yang dimiliki, baik yang sedang ditempati maupun yang berada jauh. Ia juga menegaskan pentingnya menjaga agar tanah tidak dikuasai pihak lain yang dapat menimbulkan persoalan hukum.

“Kalau HGU, harus ditanami sesuai proposal awalnya. Kalau HGB, dibangun sesuai peruntukannya. Kalau hak milik, jangan sampai dikuasai orang lain,” tegasnya.

Ia kembali menegaskan bahwa kebijakan penertiban tanah bukan untuk mengambil alih tanah rakyat, melainkan untuk memastikan seluruh tanah di Indonesia dimanfaatkan secara optimal.

“Kebijakan ini sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945, bahwa tanah dan sumber daya agraria dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” pungkas Jonahar. ***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel