1,34 Juta Jiwa Penduduk di Sumut Masuk Kategori Miskin

Foto : Kepala BPS Provinsi Sumut Syech Suhaimi

DikoNews7 -

Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara (Sumut) d bulan Maret 2021 mengalami penurunan sebesar 0,13 poin,  yaitu dari 9,14% di September 2020 menjadi 9,01% di Maret 2021. Atau berkurang 13 ribu jiwa dalam 1 semester terakhir.

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada Maret 2021, jumlah penduduk miskin  sebanyak 1,34 juta jiwa.  

“Tetapi jika dibandingkan periode Maret 2020, jumlah penduduk miskin ini mengalami peningkatan,” ujar Kepala BPS Provinsi Sumut Syech Suhaimi di Medan, Senin (2/8/2021).

Syech menyebutkan, secara umum, pada periode Maret 2009 – Maret 2021 tingkat kemiskinan di Sumut terjadi fluktuasi turun naik dalam jumlah maupun persentase.

Ada dua (2) fase turun naik yang terjadi, fase pertama dari Maret 2009 cenderung menurun hingga Maret 2014 dan kemudian meningkat hingga Maret 2017. Fase kedua terjadi penurunan pada September 2017 hingga September 2019 dan kemudian meningkat lagi sejak Maret 2020 hingga Maret 2021.

Kenaikan tingkat kemiskinan pada fase pertama, khususnya pada September 2013, September 2014 hingga September 2015 dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak.

“Sementara  kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada fase kedua, periode Maret 2020 hingga Maret 2021 merupakan dampak terjadinya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia,” sebut Syech.

Dijelaskannya, untuk mendapatkan angka kemiskinan ini,sampel yang dicakup BPS sebanyak 2.131 blok sensus atau 21.310 rumah yang dilakukan pendataan yang dinamakan sampel Susenas di Maret 2021 lalu.

"Dari 21.310 realisasinya mencapai 21.209 rumah tangga atau 99,53% yang merespon pelaksanaan Susenas kemarin," jelasnya. 

Untuk mengukur tingkat kemiskinan, lanjut Syech Suhaimi, BPS juga masih menggunakan konsep kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach).

Baik itu konsumsi makanan dan non makanan. Dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan (makan dan bukan makanan).

"Sehingga penduduk miskin yang kita ukur dari kemiskinan itu merupakan penduduk garis kemiskinan makanan yang di memiliki rata-rata setara 2100 kalori per kapita per hari. Sedangkan untuk garis kemiskinan bukan makanan adalah nilai minimum perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan pokok bukan makanan lainnya. Maka, penduduk miskin yang kita ukur merupakan penduduk yang memiliki penghasilan per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan," tuturnya. 

Adapun persentase penduduk miskin pada Maret 2021 di daerah perkotaan sebesar 9,15% dan di daerah pedesaan sebesar 8,84%. Daerah perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,10 poin, sedangkan daerah pedesaan berkurang sebesar 0,18 poin jika dibandingkan September 2020. 

"Garis Kemiskinan pada Maret 2021 tercatat sebesar Rp525.756 per kapita per bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp395.104 (75,15 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp130.652 atau sekitar 24,85%. Pada periode September 2020-Maret 2021, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan penurunan," urainya.

Sementara itu, P1 dari 1,599 pada September 2020 menjadi 1,522 pada Maret 2021, dan P2 dari 0,453 menjadi 0,376. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung meningkat dan semakin mendekati garis kemiskinan, dan tingkat ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin sedikit berkurang. (*)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel