Kementerian ATR Tindak Lanjuti Aduan Dugaan Mafia Tanah Desa Helvetia


DikoNews7 -

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menindaklanjuti aduan soal dugaan mafia tanah di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, terkait penerbitan sertifikat hak milik atas nama Rakio kemudian berganti atas nama Budi Kartono yang diduga cacat hukum.

Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum Merawati dari Ardianto Coorporate Law Office, Selasa (6/2/2023).

“Pengaduan masyarakat (Dumas) dan permohonan perlindungan hukum terhadap ibu Merawati sudah di tindak lanjuti oleh Kementerian ATR/BPN RI,” ujar Direktur Ardianto Coorporate Law Office, Andi Ardianto.

Andi, sapaan akrabnya, mengatakan dirjen terkait di Kementerian ATR/BPN sedang memeriksa dan mengkaji pengaduan yang disampaikan oleh Merawati.

“Sekarang sedang meneliti dan menelaah pengaduan yang kita sampaikan dan kita menunggu dari mereka untuk mendapatkan klarifikasi dari kita, kalau seandainya diperlukan oleh mereka,” ungkapnya. 

Dia menjelaskan, tindak lanjut tersebut berdasarkan surat dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional Direktorat Tata Ruang nomor 008/SRT-200.9.HK.03.02/I/2023, tanggal 19 Januari 2023. 

“Sebenarnya sudah di tindak lanjuti. Kita sebelumnya hanya sekedar ingin mendengar bagaimana respon mereka yang diduga terlibat dalam kasus ini. Tapi kali ini harus kita sampaikan, agar mereka bersiap-siap untuk mempertanggungjawabkan atas apa yang mereka lakukan, karena kami pun melakukan upaya hukum di pengadilan,” jelasnya. 

Sementara laporan di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Polda Sumatera Utara, Andi menilai masih pada tahapan penelitian dan pengkajian, namun belum ada klarifikasi seperti di Kementerian ATR/BPN. Dia pun berharap kedua lembaga tersebut memberikan atensi terkait hal ini.

“Karena di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang dinilai minim pantauan, kemungkinan hal itu membuat para oknum terlalu merajalela. Jadi perhatian terhadap permasalahan tanah di daerah-daerah khususnya Kabupaten Deli Serdang terkadang tidak muncul ke pusat. Kami harap pemerintah pusat bisa langsung meninjau, atau memberi atensi perkara kami ini yang berada di Dusun II Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli,” ujar dia. 

“Dalam perkara ini, kami menduga adanya sindikat mafia tanah. Kalau tidak, jelas tidak mungkin Rakio Cs bisa memiliki sertifikat hak milik dan menyerobot tanah milik klien kami, padahal tanah yang dimiliki ibu Merawati sudah berkekuatan hukum tetap,” Andi menambahkan. 

Dia berharap, aparat penegak hukum di Sumatera Utara mampu mengungkap dugaan sindikat mafia tanah di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli.

“Seluruh aparat penegak hukum di Sumatera Utara diharapkan mampu untuk mengusut tuntas kasus ini. Apabila aparat penegak hukum bungkam dengan sindikat mafia tanah, tentunya bisa dinilai bahwasanya Sumatera Utara darurat mafia tanah,” pungkasnya. 

Seperti pemberitaan sebelumnya, Merawati terpaksa harus berjuang demi mendapatkan kembali tanah miliknya yang diperkirakan bekisar 5600 meter persegi berada di Dusun II Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang, yang diduga sebagian sudah dicaplok oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tanpa sepengetahuan dirinya.

Merawati memperoleh tanah tersebut berdasarkan :

Pertama, Surat Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara nomor 570-34/I/91 tanggal 3 Januari 1991, lahan di Dusun II Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli (tanah yang dimaksud) tidak termasuk dalam areal HGU PT Perkebunan IX yang saat ini disebut dengan nama PTPN II.

Kedua, Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara (Gubernur Sumatera Utara) nomor 593/12187 tanggal 11 Mei 1991, menegaskan kembali bahwa areal di Dusun II Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli itu tidak termasuk dalam sertifikat HGU, dan permohonan untuk membangun rumah karyawan PT Perkebunan IX (yang saat ini disebut dengan nama PTPN II) diatas tanah tersebut tidak dikabulkan.

Ketiga, Surat Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang tanggal 23 September 1989, yang menerangkan bahwa areal yang dimaksud tidak termasuk di dalam areal PT Perkebunan IX (yang saat ini disebut dengan nama PTPN II).

Keempat, Surat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Deli Serdang (Bupati Deli Serdang) tertanggal 29 Maret 1995, yang menerangkan tanah bekisar 5600 meter persegi tersebut adalah kepunyaan Merawati.

Kelima, Putusan PTUN No.86/G/2000/TUN-MDN tanggal 29 Mei 2001.

Keenam, Putusan Mahkamah Agung RI Reg.No.139 K/TUN/2002 tanggal 21 April 2004 jo. Putusan Pengadilan Tinggi TUN-Medan no.76/BDG.G.MDN/PT.TUN-MDN/2001 tanggal 19 September 2001.

Ketujuh, Surat Keterangan Tanah No.592.2/0157/II/2006 tanggal 20 Februari 2006 yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli, yang diregistrasi Camat Labuhan Deli no.21/SK-LD/1991 tanggal 7 Maret 1991.

Kedelapan, Perintah Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) dari PTUN Reg. No.W2.D.AT.04.10-246/2005 tanggal 12 September 2005.

Kesembilan, Putusan Perdata Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.14/Pdt.G/2006/PN-LP tanggal 8 Januari 2007.

Kesepuluh, Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.115/PDT/2008/PT.MDN tanggal 09 Juni 2008.

Kesebelas, Putusan Mahkamah Agung RI No.537 K/PDT/2011 tanggal 14 September 2011.

Berdasarkan hal tersebut, sudah jelas tanah bekisar 5600 meter persegi di Dusun II Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli, milik Merawati yang telah berkekuatan hukum tetap, dan tidak termasuk dalam areal PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) II yang dulu disebut dengan PT Perkebunan IX.

Meskipun demikian, anehnya Kantor Pertanahan / Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Deli Serdang menerbitkan sertifikat hak milik (SHM) atas nama Rakio dan berganti dengan atas nama Budi Kartono.

Ironisnya, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, Abdul Rahim, SH., MKn., menyampaikan ke salah satu keluarga Merawati bahwa tanah tersebut harus didaftarkan ke nominatif.

Tentunya menjadi tanda tanya, apakah tanah yang sudah ada putusan dari Mahkamah Agung harus didaftarkan nominatif? 

Apalagi sebelumnya, Kantor Pertanahan Wilayah Sumatera Utara dan Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang menyatakan lahan tersebut di luar areal PTPN II yang dulunya bernama PT Perkebunan IX.

Selain itu, Gubernur Sumatera Utara sebelumnya juga sudah menegaskan bahwa areal di Dusun II Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli itu tidak termasuk dalam sertifikat HGU, dan permohonan untuk membangun rumah karyawan PT Perkebunan IX (yang saat ini disebut dengan nama PTPN II) diatas tanah tersebut tidak dikabulkan.

Dalam hal ini, publik bertanya-tanya, Ada apa dengan Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang? Apakah bisa secara hukum, terbitnya sertifikat hak milik atas nama orang lain diatas lahan yang sudah berkekuatan hukum tetap?

Perihal ini, Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang belum lama ini mengundang para pihak untuk mediasi, sesuai dengan surat undangan mediasi nomor HP.03.02/124-12.07/I/2023 tanggal 27 Januari 2023. 

Mediasi yang dipimpin langsung oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, Abdul Rahim dan dihadiri pihak Merawati beserta kuasa hukumnya dan Kepala Desa Helvetia, Agus Salim. Namun, pihak dari Rakio dan Budi Kartono tidak hadir dalam mediasi.

Dalam mediasi tersebut, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, Abdul Rahim tak memungkiri bahwa ada oknum-oknum di jajaran internalnya terlibat dalam penerbitan sertifikat hak milik atas nama Rakio dan menjadi atas nama Budi Kartono.

Akan tetapi, Abdul Rahim tak juga melakukan tindakan tegas terhadap jajaran internalnya. Padahal, dirinya ketika itu menduga adanya kekeliruan dari pihak internalnya.

Ada apa dengan Kepala Kantor Pertanahan Deli Serdang? Mampukah bersih-bersih dari praktek sindikat mafia tanah? Sebagaimana instruksi dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

Terkait hal ini, setelah ditelusuri dengan meminta penjelasan baik dari pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang maupun pihak pemerintahan Kecamatan Labuhan Deli dan Desa Helvetia, menerangkan asal muasal terbitnya sertifikat hak milik tersebut.

Ternyata, Rakio memohonkan kepada PTPN II untuk membayar rumah karyawan (aset PTPN II) dengan surat keterangan no.2.5-BS/Ket/21/II/2022 ditandatangani oleh Senior Executive Vice President PTPN II yakni Syahriadi Siregar, tanggal 18 Februari 2022, yang menerangkan bahwa Rakio telah membayar ganti rugi eks HGU PTPN II nomor 2.5-BS/BA/27/II/2022 sebesar Rp3.109.260.000,- dengan luas tanah 1.888 meter persegi dan luas bangunan 84 meter persegi.

Anehnya, Sekretaris Desa Helvetia Komarudin menandatangani surat pernyataan penguasaan fisik milik Rakio.

Disisi lain, sebelumnya Komarudin sebagai saksi, juga menandatangani surat keterangan tanah dengan nomor 592.2/0157/II/2006 tanggal 20 Februari tahun 2006 yang dikeluarkan Kepala Desa Helvetia, yang menyatakan tanah tersebut milik Merawati.

Dalam hal ini, kembali menjadi pertanyaan publik, Ada apa dengan Komarudin yang dinilai berperan ganda turut menandatangani surat dari kedua belah pihak, yakni surat pernyataan penguasaan fisik milik Rakio dan surat keterangan tanah milik Merawati?

Selain itu, publik mencermati tentang pernyataan Camat Labuhan Deli Edy Saputra Siregar kepada wartawan dalam konferensi persnya.

Edy menjelaskan bahwasanya Komarudin menandatangani surat penguasaan fisik ketika itu sebagai Plt (Pelaksana tugas lanjutan) Kepala Desa Helvetia. 

Tidak sependapat dengan Camat Labuhan Deli, eks Kepala Desa (Kades) Helvetia Agus Sailin mengaku heran atas keterangan Camat Labuhan Deli tersebut soal Komarudin sebagai Plt Kades Helvetia.

Padahal, ketika itu Agus Sailin masih menjabat sebagai Kepala Desa Helvetia, dan Agus Sailin kepada wartawan mengaku ketika dirinya menjabat tidak adanya Plt Kepala Desa Helvetia.

Agus Sailin juga mengaku tidak mengetahui perihal adanya surat pernyataan penguasaan fisik milik Rakio yang ditandatangani oleh Komarudin.

Namun, Agus Sailin mengaku mengetahui tanah itu milik Merawati setelah adanya konflik agraria di lahan tersebut.

Mungkin menjadi tanda tanya dalam pikiran kita, Apakah bisa seorang Sekretaris Desa menandatangani surat pernyataan penguasaan fisik tanpa sepengetahuan Kepala Desa? 

Kemudian, Ada apa dengan Camat Labuhan Deli? yang terkesan menutupi apa yang dilakukan Sekretaris Desa Helvetia.

Sumber : Net24jam

 

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel