Kepling 16, 17 dan 20 Tanjung Mulia Dituding Jaringan Mafia Tanah
DikoNews7 -
Masuknya mafia tanah ke lahan 17 hektar di Lingkungan 16, 17 dan 20 Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, diduga tak jauh dari peran besar kepala lingkungan (Kepling), Sabtu (31/5/2025).
Menurut tokoh masyarakat Agus Irianto (65) kehadiran Kepling bagaikan duri dalam daging sehingga warga Lingkungan 16,17 dan 20 Tanjung Mulia merasa sangat resah.
"Kepling 16, 17, dan 20 disebut-sebut bekerjasama dengan mafia tanah. Ini musibah terbesar yang warga rasakan. Para Kepling tak membela warganya," tegas Agus kepada wartawan, Jumat (30/5).
Agus mengatakan Kepling merupakan ujung tombak Pemko Medan yang harus bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya bukan malah jadi agen tanah dan menjadi fasilitator pihak-pihak yang disebut sebagai mafia tanah.
“Kepling bekerja mengurus administrasi Pemko Medan, dan bukan menjajakan tanah. Kalau sampai membantu proses pengukuran dan pemasangan plang eksekusi, berarti mereka bagian dari jaringan mafia tanah itu sendiri,” tegas mantan personel Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut itu.
Agus menyebut, keterlibatan para Kepling dalam pengukuran dan pemasangan plang di lahan 17 hektar bukanlah hal baru. Menurutnya, keberpihakan mereka kepada pihak yang ingin menguasai lahan sudah terlihat sejak lama.
"Harusnya para Kepling melindungi warganya. Ketika ada rencana pemasangan plang eksekusi, Kepling seharusnya melaporkan atau mencegahnya, bukan malah membantu preman bayaran yang memasang plang itu," katanya geram.
Lain halnya, warga Lae Marbun (58) merasa heran atas munculnya klaim dari seseorang yang mengaku sebagai ahli waris atas lahan tersebut.
“Warga tak mengenal siapa itu Parinduri yang mengklaim sebagai ahli waris. Dan secara bersamaan Forum Masyarakat Bersatu muncul dan membagi-bagikan sembako sambil mencatut nama warga, ini sudah tidak benar,” ujarnya dengan nada kecewa.
Senada, mantan Kepling 16, Jemirin (68), turut menegaskan bahwa keluarganya sudah tinggal di kawasan tersebut sejak sebelum kemerdekaan Indonesia.
"Orang tua saya sudah tinggal di Lingkungan 16 sejak tahun 1942. Artinya, kami bukan pendatang. Tanah ini sudah kami diami turun-temurun," ujarnya.
Warga juga menuding seorang pria bernama Herman CS sebagai dalang di balik kisruh ini. Ia diduga merekayasa organisasi bernama Forum Masyarakat Bersatu dan mencatut nama-nama warga Lingkungan 16, 17, dan 20 untuk kepentingan penjualan lahan.
Sebelumnya dugaan keras kelompok jaringan mafia tanah dua diantaranya Ati, Zul membuat rapat-rapat gelap dengan para Kepling di kawasan Kelurahan Pulo Brayan Bengkel.
Masyarakat kini menuntut agar Pemerintah Kota Medan turun tangan menyelesaikan sengketa ini secara adil dan melindungi hak-hak warga yang sudah lama bermukim di kawasan Lingkungan 16,17 dan 20.
“Kami warga negara Republik Indonesia berhak hidup dan bekerja di tanah ini. Kami lahir di sini, dan kami akan pertahankan hak kami sampai titik darah penghabisan,” tegas Agus Irianto. (her)