Cerita Korban Tsunami Aceh yang Hingga Kini Masih Tinggal di Shelter

FOTO : Kubah Masjid Al-Tsunami yang hanyut oleh gelombang tsunami Aceh (Liputan6.com/Windy Phagta).

DN7 | Aceh -

 
Rian Aldiansyah (32) warga Lampaseh Kota Kecamatan Kutaraja Banda Aceh merupakan korban tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 silam, dan setelah 16 tahun musibah itu ia bersama keluarga kecilnya masih tinggal di rumah shelter. 
 
"Dari dulu saya memang sudah tinggal di shelter ini bersama ayah, dan sampai setelah menikah sekarang," kata Rian Aldiansyah saat ditemui di rumahnya di Banda Aceh, Jumat 25 Desember 2020.
 
Di rumah shelter berukuran sekitar empat meter itu Rian tinggal bersama istri dan dua bocah laki-lakinya. Anak pertamanya bernama Fiqih berumur sembilan tahun sedang mengenyam pendidikan tingkat dasar, sementara adiknya Ali baru berumur tujuh tahun.
 
Rian merupakan seorang office boy di kantor Desa Lampaseh Aceh dengan pendapatan lebih kurang Rp 1,2 juta per bulan, sedangkan istrinya Kiki Wahyuni hanya seorang penjual gorengan dengan keuntungan yang tidak menentu.
 
Kata Rian, rumah shelter mereka itu selalu kebanjiran saat hujan turun karena terlalu rendah, apalagi tidak ada saluran pembuangan air. Bahkan, kamar mandi yang digunakan itu juga dari bekas rumah tsunami.
 
"Kalau hujan masuk air karena tidak ada saluran pembuangan, dan setelah banjir pasti malamnya banyak nyamuk karena papan sudah basah," ujar Rian yang dikutip dari Antara.
 
Rian mengaku sudah pernah berusaha mendapatkan rumah bantuan mulai dari pihak kecamatan hingga ke pemerintah kota Banda Aceh. Namun, usahanya belum juga membuahkan hasil.
 
"Sejak 2009 lalu selalu diurus, hanya diberikan nomor antrian saja di Pemko, tapi belum berhasil mendapatkan bantuan," ujarnya.
 
Alasan pemerintah, lanjut Rian, karena dirinya belum memenuhi kriteria salah satunya usia masih di bawah 32 tahun. Dari penjelasan yang dia dapatkan dari pemerintah bahwa penerima bantuan rumah harus sudah berumur 40 tahun ke atas.
 
"Kalau seperti itu peraturan kita ikut, mungkin memang tidak layak diberikan, sama Baitul Mal juga seperti itu. Tapikan kita sangat butuh rumah," katanya.
 
Rian juga menuturkan, keluarganya memang sudah pernah mendapatkan rumah bantuan tsunami dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) atas nama ayahnya. Namun, rumah tersebut dihuni oleh abang kandungnya yang sudah berkeluarga.

"Satu rumah pemberian BRR, diberikan ke abang, dia sudah berkeluarga, begitu juga dengan saya, kan tidak mungkin tinggal satu rumah, makanya saya tetap bertahan di shelter ini," ujarnya.

Rian tidak berharap banyak kepada pemerintah, ia cukup menginginkan adanya perbaikan atap shelter, saluran air dan sedikit adanya penimbunan supaya tidak banjir.

"Saya tidak berharap dibangun rumah siap jadi, paling kalau ada perbaikan atap yang bocor, saluran air, dan sedikit ditimbun juga di bawah shelter kami ini," demikian kata Rian.
 
Editor : Diko

 
 
 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel