Putra Kaban: Pergub 10/2020 Kebiri Pariwisata di Sumut



DN7 | Medan - Asosiasi Pengusaha Pariwisata Alam Indonesia (APPAI) tidak akan mengalah dengan Pergub no 10 Tahun 2020 dan aturan-aturan lain yang menghambat investasi di Sumut. APPAI akan melakukan berbagai cara dan langkah-langkah hukum serta aturan ketata negaraan untuk menegakkan peraturan yang tidak dilaksanakan di Sumut, termasuk perintah presiden yang diabaikan.

Demikian dikatakan Ketua Umum APPAI, DR. Putra Kaban, SH, MH kepada wartawan di medan, kemarin, terkait adanya Pergub 10 Tahun 2020 tentang Penugasan kepada Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Provinsi Sumatra Utara Dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Lokasi Wisata Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Pergub ini dinilai menghambat serta mempersulit anggota APPAI untuk berinvestasi di Sumut.

Sementara itu, upaya yang akan dilakukan APPAI antara lain melaporkan permasalahan ini ke DPRD sumut dan meminta agar dilakukan rapat dengar pendapat (RDP). Sebab menurut Kaban, pejabat di Sumut tidak becus dalam menangani investor. Membuat aturan sendiri yang jelas-jelas bertentangan dengan perintah presiden, yakni agar pejabat daerah memberikan kemudahan kepada investor untuk berinvestasi.

Putra Kaban juga menilai Gubernur telah salah mengangkat pejabat dilingkungannya yang tidak mengerti masalah dan tidak mengetahui aturan. Padahal presiden selalu mengatakan agar kepala daerah memilih orang yang kapabel dijajarannya. Tapi justru di Sumut, banyak pejabatnya yang hanya berstatus pelaksana tugas (plt). "Ini tidak benar donk", katanya.

Disamping itu, dengan disahkannya Pergub no. 10 tahun 2020 tersebut yang mempersulit investor di Sumut, Gubsu dan Wagub juga dinilai tidak mengerti aturan. Termasuk tidak mentaati perintah presiden agar tidak mempersulit investor.

Selain mengadu ke DPRD Sumut, APPAI juga akan melapor ke presiden, Jaksa Agung dan Kapolri. Upaya lainnya juga akan dilakukan untuk menegakkan peraturan di Sumut terkait persoalan ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, ada anggota APPAI yakni pengusaha pariwisata yang merupakan investor dalam negeri ingin mengelola Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan di Sumut. Angggota APPAI tersebut adalah PT Karo Simalem yang sejak tahun 2012 sudah mengajukan izin kepada Gubernur Sumut, melalui UPT Dinas Kehutanan Tanah Karo dan Dinas Kehutanan Sumut hingga langsung ke Gubernur. Namun hingga kini belum mendapat izin, bahkan tidak ada jawaban pasti yang diberikan kepada investor tersebut.

Terakhir, pada tahun 2019 muncul PT Aneka Industri dan Jasa (AIJ) yang disebut-sebut sebagai perusahaan daerah (BUMD) untuk mengelola Taman Hutan Raya (Tahura) di Karo. Bahkan Gubernur Sumut mengeluarkan Pergub No 10 Tahun 2020 untuk mengesahkannya. Sedangkan permohonan yang diajukan PT Karo Simalem sejak tahun 2012, sama sekali tidak diproses dan tidak ditanggapi.

Padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengingatkan kepada kepala daerah agar pengelolaan lahan milik negara tidak membebani APBD. Oleh sebab itu, kalau ada investor yang ingin berinvestasi, jangan dipersulit. Bahkan Presiden juga mengatakan, kalau untuk investor yang ingin berinvestasi, maka picing mata saja teken izinnya, sebab hal itu merupakan pemasukan bagi negara.

Menurut Ketua Umum APPAI, DR. Putra Kaban, SH, MH, PT Karo Simalem telah mendapatkan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam PP No 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik, seperti izin lingkungan dan lainnya untuk mengelola Taman Hutan Raya Bukit Barisan di Tanah Karo. Tidak hanya itu, perusahaan tersebut juga telah mendapatkan dukungan penuh dari Bupati Karo untuk membangun dan berinvestasi 'di kampung halamannya' dan sudah dua kali melakukan ekspos di Dinas Kehutanan Sumut beberapa tahun lalu.

Sementara PT AIJ yang muncul ditahun 2019, masih diragukan apakah sudah mendapatkan izin seperti yang didapatkan PT Karo Simalem. Jadi seharusnya, Dinas Kehutanan Sumut memberikan masukan ini kepada Gubernur Sumut atau ke Biro Hukum terkait, sebagaimana proses dalam tata kelola negara.

"Saya sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pariwisata Alam Indonesia melihat ada anggota saya yang sulit mendapat izin untuk berinvestasi di Sumatera Utara, karena ada peraturan daerah dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2019 tentang percepatan kemudahan dalam berusaha," ujarnya.

Untuk itu, Putra Kaban memerintahkan anggota asosiasi yang terhambat investasinya untuk segera mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung. "Saya mengajak anggota asosiasi untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Agung guna membatalkan peraturan gubernur yang menghambat investasi itu," ucapnya. Asosiasi juga akan melayangan surat kepada Mendagri dan instansi terkait lainnya.

"Dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, diatur tentang peraturan gubernur atau peraturan daerah yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dapat dibatalkan okeh Menteri Dalam Negeri," jelasnya.

Sementara Pergub No 10 Tahun 2020 yang dinilai bertentangan dengan PP dan UU diatasnya serta menghambat investasi di Sumut, sebenarnya sudah beberapa kali mendapat sorotan media. Baik media cetak maupun media elektronik terbitan ibukota, telah memberitakan persoalan ini. (aruan)

Editor : Sapta


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel