18 Orang Demonstran Anti Kudeta Myanmar Tewas Akibat Bentrokan dengan Aparat

FOTO : Pengunjuk rasa anti kudeta mengangkat tangan terkepal selama demonstrasi dekat Stasiun Kereta Api Mandalay di Mandalay, Myanmar, Senin (22/2/2021). Junta militer Myanmar memberi peringatan kepada demonstran bahwa mereka terancam kehilangan nyawa jika terus beraksi. (AP Photo)

DN7 | Naypyidaw -
 
Situasi demonstrasi anti-kudeta di Myanmar semakin memburuk. Sebanyak 18 orang demonstran dikabarkan tewas akibat kekerasan ketika menghadapi aparat. 
 
Dikutip dari Channel News Asia, massa pengunjuk rasa di berbagai bagian Yangon dilaporkan menghadapi serangkaian serangan dari petugas kemanan, seperti gas air mata, peluru karet, hingga granat setrum.
 
Sejumlah demonstran juga tampak mengenakan helm plastik dan perisai darurat untuk berhadapan dengan polisi dan tentara.
 
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa setidaknya ada 18 orang yang tewas setelah polisi Myanmar berusaha membubarkan pengunjuk rasa di seluruh negeri. PBB pun menyerukan masyarakat internasional untuk mengambil tindakan yang tegas terhadap krisis di Myanmar.
 
"Polisi dan pasukan militer telah menghadapi demonstrasi damai, tapi menggunakan kekuatan yang mematikan menurut informasi yang dapat dipercaya yang diterima oleh Kantor Hak Asasi Manusia PBB telah menyebabkan sedikitnya 18 orang tewas dan lebih dari 30 luka-luka," kata kantor Hak Asasi Manusia PBB.
 
Diketahui bahwa Myanmar tengah berada dalam kericuhan sejak tentara merebut kekuasaan dan menahan Pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dan sebagian besar pejabat partainya pada 1 Februari lalu, dengan tuduhan adanya kecurangan dalam pemilu November 2020, yang dimenangkan partai NLD secara telak.
 
Kudeta di Myanmar, yang menghentikan langkah tentatif menuju demokrasi setelah hampir 50 tahun pemerintahan militer, telah memicu protes oleh ratusan ribu orang dan kecaman dari negara-negara Barat.

Pemerintah AS sedang mempersiapkan "tindakan tambahan" dalam beberapa hari mendatang terhadap mereka yang bertanggung jawab atas tindakan keras dan kudeta militer di Myanmar.

Hal itu disampaikan oleh penasehat keamanan nasional AS, Jake Sullivan, pada Minggu (28/2).

"Kami akan terus berkoordinasi erat dengan sekutu dan mitra di kawasan Indo-Pasifik dan di seluruh dunia untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan," kata Sullivan dalam sebuah pernyataan.

"Kami sedang mempersiapkan tindakan tambahan untuk membebankan biaya lebih lanjut kepada mereka yang bertanggung jawab atas pecahnya kekerasan terbaru dan kudeta baru-baru ini. Kami akan memiliki lebih banyak hal untuk dibagikan dalam beberapa hari mendatang," tambahnya.

Diketahui bahwa AS telah memberlakukan serangkaian sanksi terhadap para pemimpin militer Myanmar sejak mereka melakukan kudeta.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga mengecam "kekerasan yang buruk" oleh pasukan keamanan Myanmar terhadap para demonstran.

"Kami berdiri teguh bersama orang-orang pemberani di Burma dan mendorong semua negara untuk berbicara dengan satu suara untuk mendukung keinginan mereka," tulis Blinken di Twitter.

Blinken juga menyatakan bahwa AS "akan terus mempromosikan akuntabilitas bagi mereka yang bertanggung jawab".
 
Editor : Diko

 
 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel