Penegak Hukum Diminta Usut Penggunaan Kayu Mangrove Dalam Proyek Disperkim Provsu Sei Bilah


DikoNews7 -

Spekulasi bermunculan terkait pembangunan peningkatan kualitas pemukiman kumuh dengan luas 10 Ha sampai dengan dibawah 15 Ha di Kelurahan Sei Bilah, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, milik Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman Provinsi Sumatera Utara (Disperkim Provsu).

Ini terkait salah satu proyek pembangunan drainase di Lingkungan VII Sei Bilah menggunakan kayu mangrove (bakau) atau lebih dikenal dengan nama ilmiah Rhizophora, terlihat puluhan hingga ratusan batang kayu mangrove dengan panjang lebih kurang 3 meter, digunakan sebagai tiang terocok dan penyangga mall bangunan.

Tentunya ini menjadi tanda tanya, dimana pihak kontraktor dalam hal ini PT Muara Harapan Makmur sebagai pelaksana pekerjaan dengan Konsultan Supervisi CV Hawarins Enjinering Konsultan, secara bebas menggunakan kayu Mangrove (Rhizophora) dalam proyek yang dikerjakannya yang diduga kuat didapat secara ilegal.

Menyikapi hal ini, Azhar Kasim selakuD irektur Eksekutif Rumah Bahari Langkat angkat bicara, dirinya mengatakan, kayu Rhizophora (bakau) merupakan kayu tanaman hutan yang tidak sembarangan bisa ditebang tanpa melalui prosedur dan aturan yang dikeluarkan oleh kementrian LHK.

Disini kami pertanyakan, dari mana asal kayu bakau jenis Rhizophora ini didapat oleh pihak kontraktor, jika hal tersebut tidak mengindahkan regulasi tentang tata kelola kayu, maka saya minta pihak Gakkum LHK dan Dinas penegak hukum yang terkait, untuk dapat mengambil sikap atas kesalahan yang telah dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat didalamnya.

"Berdasarkan surat Dirjen Perlindungan Hutan Lestari Kementerian LHK No. S.296/phl/ipph/hpl.4/3/2023, tentang penutupan hak akses sipuh, surat ini menegaskan dan melarang pemegang izin melakukan kegiatan penebangan kayu dalam kawasan hutan, melalui surat ini tentu kami menduga bawa kayu tersebut di dapat secara ilegal dan meminta pihak penegak hukum untuk mengusut kasus ini ," terang Azhar Kasim.

Guna mengklarifikasi dari mana kayu mangrove (Rhizophora) ini didapat, Senin (26/06/2023) siang, tidak satupun pihak kontraktor maupun pelaksana proyek yang dapat ditemui dilokasi pengerjaan drainase guna dimintai keterangan, terlihat suana sepi tanpa aktivitas.

Dilain pihak, Jali (48) salah seorang warga Sei Bilah mengaku heran, kenapa  kayu mangrove (bakau) bisa digunakan dalam proyek pemerintah, jelas penggunaan kayu bakau dilarang dan harus memiliki izin dalam pemanfaatannya.

"Kita sebagai warga nelayan dilarang menebang mangrove (kayu bakau), walau itu hanya untuk kayu bakar dirumah dan ini ada sanksi hukumnya, tapi kenapa ini bebas digunakan dalam proyek, hukum harus ditegakkan jangan hukum tumpul diatas tajam dibawah, kita minta penegak hukum mengusut penggunaan kayu mangrove ini," ucap Jali.

Diketahui, proyek pembangunan peningkatan kualitas pemukiman kumuh di Kelurahan Sei Bilah, meliputi pembuatan drainase, jalan paving block, pengerjaan saluran air, pemasangan batu lining drainase dan lainnya, dengan anggaran mencapai Rp 3.823. 206. 826. 

Reporter : Kurnia02

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel