Warga Tanjung Mulia Murka, Herman Dicap Pengkhianat Ditengah Konflik


DikoNews7 -

Konflik berkepanjangan atas kepemilikan lahan seluas 17 hektare di Lingkungan 16, 17, dan 20, Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, kembali memanas. 

Sosok Herman, salah satu warga setempat, menjadi pusat perhatian setelah dituding berkhianat terhadap perjuangan kolektif warga.

Nama Herman kini identik dengan kemarahan. Di dinding kawasan Jalan Aluminium, coretan besar berbunyi "Herman Pengkhianat" menjadi simbol frustrasi warga yang merasa perjuangan mereka dirusak dari dalam.

"Herman memainkan Forum Masyarakat Bersatu demi kepentingan pribadi. Akibatnya, mafia tanah bisa masuk dan bakal menguasai lahan yang kami perjuangkan bertahun-tahun," ujar Hiber, tokoh masyarakat setempat, Selasa, (12/6/2025).

Forum yang semula digagas sebagai wadah perjuangan warga, menurut warga, justru dimanfaatkan Herman untuk membuka jalan bagi pihak-pihak yang diduga memiliki kepentingan tersembunyi. Situasi ini memperparah ketegangan yang sudah berlangsung lama.

Herman kini menjadi sosok yang dikucilkan. Warga di Lingkungan 17 tak lagi menyapa atau melibatkan dirinya dalam kegiatan sosial. Bahkan, jabatannya sebagai Ketua Badan Kemakmuran Masjid (BKM) Al Ridha telah dicopot melalui keputusan warga.

"Sejak ramai kasus ini, dia tidak pernah terlihat lagi. Mungkin malu," kata Hires, warga lainnya.

Tak berhenti di situ, sejumlah warga menduga Herman kini menikmati keuntungan dari konflik tersebut. Penelusuran tim media menemukan adanya perubahan mencolok dalam gaya hidupnya. 

Ia disebut-sebut memiliki sejumlah rumah kontrakan di kawasan Desa Kolam, Kecamatan Percut Sei Tuan.

Lebih jauh, rumor beredar bahwa jika konflik lahan ini terselesaikan melalui pihak-pihak tertentu, Herman akan menerima kompensasi berupa sebuah rumah mewah di kawasan elite Citraland, Sampali.

"Ini menambah kecurigaan kami. Sangat mungkin dia sudah berpihak ke mafia tanah," kata seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Sejak awal, lahan 17 hektare ini telah menjadi objek sengketa antara warga dan pihak yang mengklaim kepemilikan secara sepihak. 

Warga menduga kuat ada keterlibatan jaringan mafia tanah yang berusaha merebut lahan melalui berbagai cara, termasuk penyusupan ke dalam struktur komunitas warga.

Hingga kini, konflik belum menemukan titik terang. Warga mendesak aparat penegak hukum untuk segera turun tangan, mengusut dugaan permainan kotor yang berpotensi merugikan ribuan orang.

“Negara tidak boleh kalah oleh mafia tanah,” kata Hiber dengan nada tegas. (red)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel