Kadis Kominfo Seruyan Ditahan Terkait Dugaan Korupsi Internet, Begini Modusnya


DikoNews7 -

Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kejati Kalteng) menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan jaringan internet di Kabupaten Seruyan.

Asisten Intelijen Kejati Kalteng Hendri Hanafi, mengatakan kedua tersangka tersebut adalah Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (Diskominfosantik) Kabupaten Seruyan berinsial RNR dan FIO selaku Manajer Unit Layanan Kantor Perwakilan Kalteng pada PT Indonesia Comnets Plus (ICON Plus).

Kerugian Negara Akibat Korupsi Internet

Berdasarkan hasil perhitungan sementara, dugaan kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi tersebut diperkirakan berkisar Rp1,57 miliar.

Pihaknya juga menegaskan akan berkomitmen untuk menyelesaikan perkara dugaan korupsi pengadaan jaringan internet di Kabupaten Seruyan secara profesional dan transparan.

“Proyek ini dikerjakan sebelum ada dokumen resmi yang menjadi dasar hukum pengadaan. Ini bentuk penyimpangan serius dalam tata kelola keuangan daerah,” tegas Wahyudi.

Saat ini kedua tersangka ditahan selama 20 hari, terhitung sejak 23 Oktober hingga 11 November 2025 di Rutan Kelas IIA Palangka Raya. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“RNR selaku pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen, seharusnya melakukan pengendalian pelaksanaan kegiatan. Sementara FIO berperan sebagai penyedia layanan,” ujar Hendri dalam konferensi pers di Kantor Kejati Kalteng, Kamis (23/10/2025) petang.

Kasus tersebut bermula dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Seruyan Tahun Anggaran 2024 yang ditujukan untuk pengadaan jasa internet senilai Rp2,46 miliar. 

Namun dalam pelaksanaannya, terjadi penyimpangan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Sementara itu, Asisten Pidana Khusus Kejati Kalteng, Wahyudi Eko Husodo menjelaskan, dari hasil penyelidikan petugas menemukan sejumlah pelanggaran prosedur dan perbuatan melawan hukum.

Penyidik menilai pemasangan jaringan fiber optic telah dipasang sejak Desember 2023 sebelum kontrak resmi diterbitkan pada 17 Januari 2024. Tak hanya itu, pemasangan tersebut diduga tanpa studi kelayakan.

Selain itu, hasil pengukuran teknis melalui MRTG juga menunjukkan perbedaan antara kecepatan jaringan yang terpasang dengan spesifikasi yang tercantum dalam dokumen kontrak.

“Penunjukan penyedia dilakukan sebelum ada pagu anggaran, jaringan fiber optik sudah terpasang sebelum surat pesanan diterbitkan, dan topologi jaringan tidak sesuai dengan surat pesanan,” ungkap Wahyudi. (*)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel