Tanah Pemda Dijual Seenaknya, Mantan Wali Kota Kupang Jadi Tersangka


DikoNews7 -

Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) resmi menetapkan JS, mantan Wali Kota Kupang periode 2002–2007, sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengalihan aset tanah kepada pihak lain yang tidak berhak, Jumat (3/10/2025).

Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik mengeluarkan surat panggilan pemeriksaan, namun JS tidak memenuhi panggilan dengan alasan kesehatan.

Kasi Penkum Kejati NTT Raka Putra Dharmana mengatakan, berdasarkan hasil penyidikan, JS diduga melakukan pemindahtanganan dan pengalihan aset tanah atau barang milik daerah (BMD) pemerintah Kabupaten Kupang kepada pihak yang tidak berhak.

Aset pemerintah yang dialihkan itu di antaranya, SHM No. 839, luas 420 m² atas nama JS terbit 2 Juli 2013, SHM No. 879 luas 400 m² atas nama Petrus Krisin, terbit 7 Maret 2014 dan SHM No. 880, luas 400 m² atas nama Yonis Oesina, terbit 13 Maret 2014.

Pengalihan ini dilakukan melalui penerbitan surat rekomendasi penunjukan tanah kapling pada tahun 2004 hingga 2013, yang turut ditandatangani pejabat berwenang saat itu, termasuk Wali Kota Kupang S.K. Lerik dan JS sendiri saat menjabat.

Kerugian Negara

Akibat perbuatan JS, pemerintah Kabupaten Kupang mengalami kerugian keuangan daerah sebesar Rp 5.956.786.664,40. Kerugian ini berdasarkan laporan Hasil audit inspektorat Provinsi NTT Nomor X.IP.775/13/2023 tanggal 26 September 2023.

Atas perbuatannya, tersangka JS disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Yang bersangkutan dijadwalkan untuk kembali dipanggil dan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka, guna melengkapi serta memperkuat alat bukti yang telah ada," katanya.

Ia menambahkan, Kejati NTT di bawah kepemimpinan Zet Tadung Allo, berkomitmen menindak tegas setiap bentuk penyalahgunaan kewenangan dan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara maupun daerah. 

Langkah ini sejalan dengan upaya menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan berintegritas di Nusa Tenggara Timur. ***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel