13.500 Narapidana Kabur saat Demo Berujung Rusuh Pecah di Nepal


DikoNews7 -

Kepolisian Nepal pada Rabu (10/9/2025) melaporkan lebih dari 13.500 narapidana kabur dari berbagai penjara di seluruh negeri di tengah gelombang protes anti-pemerintah yang berujung kerusuhan.

"Tiga polisi tewas kemarin dan lebih dari 13.500 narapidana telah melarikan diri dari penjara di seluruh negeri," kata juru bicara Kepolisian Nepal, Binod Ghimire, kepada AFP.

Video yang beredar di media sosial memperlihatkan kerumunan napi dari Penjara Dillibazar, Kathmandu, yang mencoba keluar sambil menuntut pembebasan, dikutip dari laman Khaleejtimes, Kamis (11/9).

Mereka sempat dihadang personel Angkatan Darat Nepal, sementara polisi dilaporkan mundur dari penjagaan di hampir seluruh penjara, kecuali markas besar kepolisian. Kondisi ini menyusul aksi protes antikorupsi yang semakin meluas dan penuh kekerasan.

Tentara Turun ke Jalan

Situasi makin genting setelah parlemen dibakar pengunjuk rasa dan Perdana Menteri K P Sharma Oli dipaksa mundur. Tentara Nepal pun mengambil alih keamanan, mengerahkan kendaraan lapis baja di jalanan Kathmandu yang porak-poranda oleh bangkai kendaraan dan gedung terbakar.

Melalui pengeras suara, militer mengumumkan pemberlakuan jam malam dan memperingatkan masyarakat agar tidak melakukan vandalisme, penjarahan, maupun serangan terhadap individu dan properti. "Semua tindakan itu akan diperlakukan sebagai tindak kriminal," tegas pernyataan tentara.

Panglima Angkatan Darat Nepal, Jenderal Ashok Raj Sigdel, menyerukan pengunjuk rasa untuk menghentikan aksi dan membuka ruang dialog.

Gerakan Gen Z

Kerusuhan ini bermula dari demonstrasi di Kathmandu pada Senin lalu, dipicu larangan pemerintah terhadap media sosial dan kasus korupsi. Aksi yang digerakkan anak muda dan menamakan diri "Gen Z" itu dengan cepat meluas ke seluruh negeri.

Namun, setelah aparat menindak keras massa hingga menewaskan sedikitnya 19 orang, protes berubah menjadi ledakan kemarahan rakyat. Gedung-gedung pemerintah, rumah politisi, hingga pusat perbelanjaan dibakar.

Seorang reporter AFP menggambarkan asap pekat membubung dari gedung parlemen yang hangus. Di dinding hitam akibat kebakaran, pengunjuk rasa menuliskan pesan sinis kepada pemerintah yang tumbang: "kalian memilih perjuangan yang salah," disertai tanda tangan "Gen Z".

Kemarahan massa juga menyasar rumah mantan Perdana Menteri KP Sharma Oli, pemimpin Partai Komunis berusia 73 tahun yang telah empat kali menjabat. Rumahnya dibakar, sementara keberadaannya kini tidak diketahui. Oli kemudian mengumumkan pengunduran diri demi membuka jalan menuju "solusi politik".

Banyak warga menyalahkan para pemimpin politik. "Ini akibat perbuatan buruk para pemimpin kita," ujar pensiunan polisi Dev Kumar Khatiwada (60) di sebuah kedai teh, meski ia juga mengecam aksi perusakan gedung-gedung besar.

Masa Depan Tidak Pasti

International Crisis Group menilai situasi ini sebagai titik balik penting dalam perjalanan demokrasi Nepal. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak semua pihak menahan diri agar kekerasan tidak semakin parah.

Sejumlah analis menilai, pemerintahan transisi harus segera dibentuk dengan melibatkan tokoh-tokoh yang masih dipercaya rakyat, terutama generasi muda. Namun, siapa yang bisa memimpin gerakan spontan yang digerakkan pemuda ini masih belum jelas.

Menurut data Bank Dunia, lebih dari 20 persen warga Nepal berusia 15–24 tahun menganggur, sementara pendapatan per kapita hanya sekitar 1.447 dolar AS per tahun. Kondisi ini membuat ketidakpuasan semakin membara.

Pemerintah sebelumnya memblokir 26 platform media sosial, termasuk Facebook, YouTube, dan X, meski kemudian akses dibuka kembali. Hanya TikTok yang tetap tidak diblokir—dan justru menjadi wadah utama bagi video viral yang membandingkan kemewahan anak-anak pejabat dengan kesulitan hidup rakyat biasa. ***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel